Perkenalan kami

Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia

Kamis, 12 November 2009

Hukumnya Menjual Kulit Hewan Qurban untuk Biaya Kepanitiaan

Assalamualaikum wr wb.

Yth. Ustadz. Ahmad Sarwat, Lc.
Mohon izin bertanya. Bagaimana hukumnya menjual kulit hewan qurban oleh panitia qurban dan uang hasil penjualan tersebut dipakai untuk biaya kepanitian, antara lain: konsumsi panitia, sewa peralatan, pembelian kantung-kantung plastik dan membayar kebersihan tempat (halaman masjid). Biasanya uang tersebut tidak selalu habis maka sisanya disimpan sebagai kas Masjid. Apakah hal yang demikian dibolehkan?

Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas jawaban Ustadz.

Wassalamualaikum wr. wb.
jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa para ulama seluruhnya sepakat untuk mengharamkan menjual daging hewan qurban. Dalilnya adalah sabda nabi SAW:

من باع جلد أضحية فلا أضحية له - رواه الحاكم وصححه

Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun. (HR Hakim)

Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab Al-Mauhibah jilid 4 halaman 697.

Sedangkan tentang hukum menjual kulit dan bulunya, ada sebagian yang membolehkannya, yaitu kalangan Imam Abu Hanifah. Namun beliau membolehkannya dengan syarat, yaitu dengan selain uang dinar dan dirham (uang), tetapi dengan barang dagangan alias barter.

Yang benar-benar membolehkan menjual dengan imbalan uang adalah Atha''. Selebihnya, jumhur ulama sepakat mengharamkan jual beli daging qurban.

Sebagian ulama mazhab As-Syafi''i membolehkan menjual daging hewan qurban sebatas orang miskin yang telah menerimanya. Sedangkan pihak yang memiliki hewan, atau orang yang menerima lewat sedekah, diharamkan menjualnya.

Kulit itu telah menjadi milik orang miskin, sehingga sebagai pemilik, dia berhak menjualnya. Kebolehan itu sendiri karena pertimbangan bahwa orang miskin itu mungkin membutuhkan hal-hal lain di luar daging atau kulit hewan qurban itu.

Disebutkan di dalam kitab Bughytul Mustarsyidin halaman 258: Orang faqir berhak untuk mengelola bagiannya dari hewan qurban, meski dia menjualnya kembali kepada seorang muslim. Hal itu karena dia telah memiliki apa yang telah diberikan kepadanya. Berbeda jika yang mengambil tersebut dari kalangan orang kaya...

Hal yang sama juga terdapat di dalam kitab lainnya seperti Busyral Karim halaman 127 dan kitab Fathul Wahhab jilid 4 halaman 296-299 serta kitab Asnal Matalib jilid 1 halaman 525.

Haramnya menjual kulit hewan qurban ini juga tela ditetapkan olehKeputusan Muktamar ke-27Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya: Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang muktamad tidak boleh.

Wallahu ''alam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1167277320&cari=qurban&tanya=subject

Minggu, 11 Oktober 2009

Jam Gempa dan Nomor Ayat Quran Kok (Tidak) Cocok?

Pertanyaan

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mohon pencerahan dari ustadz tentang ramainya SMS tentang kecocokan antara jam terjadinya gempa dengan nomor ayat Quran yang kelihatan ada keterkaitannya. Pertanyaannya : apakah hal ini bisa diterima atau hanya kebetulan saja. Dan bolehkah kita mempercayai hal-hal seperti ini?

Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kita harus mendoakan para korban dan keluarganya agar tabah menjalani cobaan dari Allah. Kita juga harus mengambil banyak pelajaran dari musibah gempa di Padang dan Sumatera umumnya. Pasti ada banyak hikmah di balik peristiwa itu. Kita yakin bahwa tiap kejadian pasti tidak lepas dari qadha' dan qadar dari Allah SWT.

Tapi mengait-ngaitkan jam kejadian gempa dengan nomor dan ayat Quran, rasanya aneh. Saya memang berkali-kali menerima pertanyaan serupa, baik lewat SMS, email, atau pun pertanyaan langsung.

Jawaban singkatnya hal itu tidak benar dan tidak ada hubungannya. Hanya orang yang kurang wawasan dan pengetahuan dengan ilmu-ilmu Al-Quran yang mudah terjebak dengan otak-atik angka ayat dan surat di Quran.

Mengapa saya katakan demikian?

Sederhana saja, karena ternyata penomoran surat dan ayat di Al-Quran bukan ditetapkan langsung dari langit, alias bukan atas ketetapan dari Allah. Penomoran itu dilakukan oleh manusia, tentu para ulama Quran. Tetapi yang jelas kalau penomoran itu dilakukan manusia, maka nomor-nomor kode surat dan ayat itu buan termasuk wahyu dari Allah. Sebagaimana perbedaan penulisan teks Al-Quran di sekian banyak mushaf yang pasti berbeda jumlah halamannya. Jadi bukan firman Allah.

Lafadz Al-Quran itu memang dari Allah, tetapi penomoran surat dan ayat hanya buatan manusia, meski tetap berdasarkan petunjuk dari Rasulullah SAW. Tetapi penomoran itu tidak baku, sangat mungkin berbeda dan bervariasi.

Jadi sangat tidak relevan kalau dikaitkan dengan jam kejadian Gempa di Padang yang katanya terjadi jam 17.16. Kebetulan saja kalau kita buka Al-Quran pada surat yang ke-17 ayat ke-16, kita akan dapati terjemahannya sbb):

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”

Oleh mereka yang kurang paham, ayat yang bercerita tentang penghancuran suatu negeri ini ternyata dikait-kaitkan dengan gempa di Padang. Hanya lantaran nomor ayat dan suratnya cocok dengan jam kejadiannya, yaitu jam 17:16. Hmm, kok lucu ya? Kok bisa-bisanya nomor ayat dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa?

Kemudian, terjadi ladi gempa susulan di tempat yang sama. Konon katanya terjadi pada jam 17.58. Kalau kita buka surat ke-17, Al Israa’ ayat 58, kita akan menemukan terjemahanannya sbb :

“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”

Wah, kok kayak kebetulan ya, kok ngepas sekali ayat itu dengan jam kejadian gempa susulan? Kira-kira begitu kita diajak berpikir. Apalagi masih ditambah dengan info yang berikutnya :

Yang tambah bikin penasaran, esoknya terjadi gempa lain, kali ini di di Jambi. Konon kejadiannya pada pukul 8.52. Surat ke-8 itu adalah Surat Al Anfaa. Kalau kita buka ayat nomor 52, terjemahannya sbb :

“(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tidak Nyambung

Jawaban saya tetap bahwa intinya hal itu tidak benar. Malahan sangat tidak benar Kenapa? Ada banyak ketidak-sesuaian dan ketidak-sambungan logika meski terasa sangat dipaksakan.

Bukti sederhana ketida-nyambungnya adalah ketika kita bandingakn dengan sejarah gempa lain di negeri kita. Ambillah contoh gempa di Yogya 27 Mei 2006 yang terjadi jam 05.55 pagi. Coba buka ayat Quran surat ke-5 (Al-Maidah) ayat 55, apa isinya?

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Tidak nyambung kan? Tidak ada kaitannya dengan gempa-gempaan atau musibah atau hal-hal sejenis. Alih-alih bicara gempa, ayat di atas malah bicara tentang sistem kepemimpinan. Mana gempanya?

Kita buktikan lagi dengan Gempa dan Tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. Dalam catatan kejadiannya tepat pada pukul 7:58. Coba buka surat ketujuh yaitu Al-A'raf ayat 58, apa isinya?

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Sekali lagi, mana gempanya? Mana mushibahnya? Mana adzabnya? Nggak ada tuh. Ayat ini sama sekali tidak menyebut-nyebut gempa atau mushibah. Jadi memang tidak ada kaitannya.

Ada begitu banyak ketidak-sesuaian, ketidak-sambungan, dan juga pemaksaan atas sebuah logika yang tidak nyambung. Apalagi kalau kita mau telaah lebih dalam lagi, maka akan semakin tidak nyambung.

Coba kita lihat fakta-fakta berikut ini :

Pertama : Al-Quran Tidak Mengenal Penghitungan Jam

Sistem penghitungan waktu yang dikenal Al-Quran hanya penghitungan hari, bulan dan tahun. Misalnya :

* Al-Quran menyebut hari Jumat (QS. Al-Jumuah : 9), hari Sabtu (QS. Al-Baqarah : 65)
* Al-Quran menyebut nama bulan Ramadhan (QS. Al-Baqarah : 185).
* Quran juga menyebut lama waktu dengan hitungan bulan, seperti pada penangguhan orang yang meng-ila' istrinya, yaitu selama 4 bulan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 226.
* Juga masa 'iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu selama 4 bulan 10 hari, sebgaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 234). Sedangkan yang sudah menopuse masanya adalah 3 bulan, seperti disebutkan dalam At-Thalaq ayat 4.
* Demikian hukuman diyat salah satunya berpuasa 2 bulan berturut-turut sebagaimana disebutkan dalam Al-Nisa' ayat 92.
* Menyusui dan menyapih bayi selama 30 bulan, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahqaf ayat 15.
* Malam Qadar itu lebih baik dari 1.000 bulan (Qs. Al-Qadr : 3)
* Al-Quran bercerita tentang orang yang ingin diberi umur 1.000 tahun (QS. Al-Baqarah : 96)
* Masa penyusuan anak idealnya 2 tahun (QS. Al-Baqarah : 233)
* Orang yang hampir meninggal berwasiat untuk memberi nafkah kepada istri untuk 1 tahun lamanya (QS. Al-Baqarah : 240)
* Allah mematikan orang selama 100 tahun kemudian menghidupkannya (QS. Al-Baqarah : 259)
* Allah menyesatkan orang yahudi sehingga berputar-putar kebingungan di muka bumi selama 40 tahun (QS. Al-Maidah : 26)
* Nabi Yusuf menyarankan untuk bertanam selama 7 tahun karena akan datang masa paceklik selama 7 tahun (QS. Yusuf : 47-48)
* Ashhabbul Kahfi ditidurkan selama 300 tahun plus 9 tahun (QS. AL-Kahfi : 25)
* Usia Nabi Muh alaihissalam adalah 1.000 tahun kurang 50 tahun (QS. Al-Ankabut : 14)
* Sehari di sisi Allah seperti 1.000 tahun dalam perhitungan kita (QS. As-Sajdah : 5)
* Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun. (QS. Al-Ma'arij :4)

Tapi tidak pernah sekali pun Al-Quran menyebut-nyebut ukuran waktu dengan format jam. Kenapa?

Mudah saya, karena sistem penghitungan waktu dengan jam yang kita gunakan saat ini, hanya buatan manusia. Berlakunya hanya berlaku di zaman kita ini saja.

Pada saat Al-Quran diturunkan 14 abad yang lalu, manusia belum mengenal pembagian waktu yang sehari 24 jam. Di satu sisi, Al-Quran adalah kitab yang abadi, sementara penggunaan sistem waktu dan jam akan selalu berubah. Bagaimana mungkin Al-Quran menyimpan pesan yang hanya dikhususkan untuk satu zaman saja?

Di masa mendatang boleh jadi kita akan meninggalkan sistem penghitugan jam yang sekarang ini dengan sitem yang lain. Kalau sehari sekarang ini kita hitung menjadi 24 jam, boleh jadi kapan-kapan kita buat menjadi 100 jam dengan ukuran sama yaitu sehari semalam.

Atau boleh jadi kita akan menggunakan sistem jam bintang (baca:stardate) seperti yang diperkenalkan dalam serial film StarTrek. Kalau pakai stardate, gempa di Padang yang jam 17:16 itu adalah -313252.8234398783. Masih minus karena stardate baru akan dimulai pada 1 Januari tahun 2323.

Lalu siapa yang menetapkan bahwa satu hari terdiri dari 24 jam, 1 jam terdiri dari 60 menit, dan 1 menit terdiri dari 60 detik? Yang pasti ketentuan itu tidak datang dari langit sebagai wahyu. Konon besaran itu diambil dari peradaban Babylonia yang mengenal sistem penghitungan sexagesimal yang berbasis angka (60). Sedangkan istilah `jam` konon sudah digunakan oleh peradaban Mesir kuno sebagai 1/24 dari mean matahari.

Yang jadi pertanyaan, apakah Al-Quran mengakui hitungan-hitungan itu lalu menyelipkan informasi di sela-sela nomor ayat? Kok jadi mirip film X-files?

Kedua : Jam Kita Adalah Jam Politis

Selain Al-Quran tidak mengenal penghitungan waktu dengan jam, pada dasarnya sistem jam yang kita gunakan ini bersifat politis. Gempa di Padang itu hanya dianggap terjadi pada jam 17:16 kalau menurut hitungan waktu Indonesia Bagian Barat. Karena Padang itu terdapat di wilayah NKRI.

Tapi seandainya -ini hanya seandainya- kota Padang itu bukan bagian dari Negara Indonesia, tentu gempa tidak terjadi pada jam 17:16, tetapi bisa saja malah jam 18:16 atau jam 16:16. Semua tergantung kebijakan pemerintahannya.

Kok gitu?

Ya memang begitu. Mari kita buat pengandaian. Seandainya kota Padang itu bagian dari Singapura, maka kejadian gempa itu pastinya bukan jam 17:16, tetapi jam 18:16. Sebab meski letaknya lebih di Barat dari Jakarta, tapi secara kebijakan Pemerintah Singapura menetapkan jam mereka lebih dulu dari Indonesia. Kalau Jakarta atau WIB itu GMT+7, ternyata Singapura malah GMT+8.

Padahal posisi Singapura lebih ke Barat dibandingkan Jakarta. Seharusnya Jakarta lebih dulu dari Singapura. Tapi sekali lagi karena ini hanya urusan politis dua negara yang beda pemerintahan, maka akhirnya Singapura yang lebih dekat ke kota Padang malah punya jam yang lebih dulu dari jam Jakarta.

Jadi angka 17:16 yang katanya merupakan surat ke-17 ayat ke-16, kalau dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa Padang, tentu 100% dusta, hanyalah ilusi, hayal, dan tidak tepat. Kenapa? Karena penetapan hitungan jam itu bersifat nisbi.

Salah satu bukti bahwa penetapan jam itu semata-mata politis adalah kalau kita berada di negeri sub-tropis. Setiap ganti musim baik dari musim panas ke musim dingin atau sebaliknya, pemerintah punya kebijakan untuk mengubah atau melompat jam secara massal. Yang tadinya jam 07.00 pagi, secara massal di bawah perintah penguasa, rakyat diminta mengubah jamnya jadi jam 08.00. Heboh kan?

Konon sejarah gonta-ganti jam ini belum lama. Awalnya dimulai pada saat krisis minyak pada tahun 1970-an. Waktu krisis minyak tersebut, harga minyak menjadi berlipat ganda dan minyak pun menjadi barang langka. Berhubung minyak diperlukan untuk seluruh industri dan berbagai keperluan sehari-hari lainnya, pemerintah Swiss (dan beberapa negara Eropa lainnya, kalau nggak salah) memutuskan memajukan satu jam.

Dengan cara itu berarti negara ini menghemat satu jam pemakaian minyak, lantaran satu jam dianggap hilang. Jadi kalau ditetapkan pada tanggal sekian waktu dimajukan satu jam pada jam 12 malam, pada waktu jam menunjukkan 24.00, semua jam dimajukan menjadi jam 01.00. Ini artinya waktu antara 24.00-01.00 tidak eksis alias hilang.

Tapi kemudian `hilang`-nya waktu ini pun diganti pada waktu pergantian jam di musim dingin, dengan diundurnya waktu selama satu jam. Artinya kalau tanggal X harus ganti waktu musim dingin pada jam 12 malam, sewaktu jam menunjukkan pukul 24.00, seluruh jam diundur menjadi 23.00. Artinya waktu 23.00-24.00 berulang dua kali, dua jam. Impas kan. Ribet ya?

Tapi intinya saya cuma mau bilang bahwa penghitungan jam itu sangat nisbi dan sangat politis. Tidak layak Al-Quran memberi informasi berdasark kebijakan politis sebuah pemerintahan.

Ketiga : Sistem Penomoran Ayat Quran Cuma Ijtihad Manusia

Lafadz Al-Quran memang dari Allah SWT yang sampai kepada kita sepanjang 14 abad dengan proses periwayatan yang mutawatir. Tetapi urusan penomoran ayat-ayatnya ternyata tidak merupakan ketetapan dari Allah SWT.

Karena itulah kita menemukan para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah total ayat Al-Quran. Ternyata jumlahnya yang konon 6.666 ayat itu malah tidak ada rujukannya. Cobalah iseng-iseng ambil kalkulator lalu jumlahkan semua ayat yang ada di 114 surat, hasilnya pasti bukan 6.666.

Lho kok?

Nah, biar mudahnya silahkan baca tulisan saya sebelumnya tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah total ayat Al-quran, silahkan klik di link ini.

Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Al-Quran. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushfah yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushfah yang tebal dan mengandung banyak halaman.

Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak (lay out) halaman mushaf. Tidak ada ketetapan dari Nabi SAW bahwa Al-Quran itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu.

Lalu apa kaitannya dengan tema yang kita sedang bahas?

Kaitannya adalah bahwa nomor ayat itu juga bersifat nisbi. Kalau angka jam digital menyebutkan 17:16, lalu dianggap itu merupakan kode isyarat nomor surat dan ayat di Al-Quran, maka nomor itu mau menggunakan versi yang mana?

Kalau pakai mushaf yang umumnya kita pakai memang barangkali ada kebetulannya untuk cocok, tetapi kita harus ingat bahwa ada berjuta jenis dan versi mushaf di dunia ini, dimana nomor surat dan ayat 17:16 belum tentu terkait dengan musibah gempa.

Keempat : Al-Quran Bukan Buku BMG

Al-Quran sejak awal diturunkan tidak pernah disebutkan mengandung informasi dunia teknologi. Apalagi hanya dikaitkan dengan nomor-nomor surat atau nomor-nomor ayat di dalamnya. Nomor-nomor itu 100% buatan manusia, sama sekali tidak datang dari Allah SWT. Jadi kalau dipercayai sebagai bagian dari wahyu, sungguh sebuah kekeliruan yang fatal.

Memang benar bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, tetapi tentu saja bukan petunjuk yang terkait dengan hal-hal teknis. Kita tidak akan menemukan tatacara membangun gedung, membikin mobil, menangkap ikan, menanam padi di sawah, atau mengetahui kapan terjadi bencana alam. Jelas sekali Al-Quran tidak diturunkan untuk kebutuhan seperti itu.

Kalau Al-Quran diyakini sebagai buku referensi teknologi, berarti kita secara tidak langsung telah menuduh Nabi Muhammad SAW telah zalim atau tidak mengerti Al-Quran.

Kok gitu?

Ya, karena Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang sah ditugaskan untuk menjelaskan isi Al-Quran, bahkan disebutkan bahwa beliau adalah Al-Quran yang berjalan. Kalau di dalam Al-Quran itu ada info tentang kapan terjadi bencana alam, lalu Nabi SAW diam saja tidak bilang apa-apa, berarti Nabi SAW itu zalim, karena tidak memberikan peringatan dini. Itu kalau kita anggap Nabi SAW tahu semua isi Al-Quran.

Tapi kalau kita bilang bahwa Nabi SAW tidak tahu ada informasi seperti itu di dalam Al-Quran, maka kita juga telah menuduh yang salah kepada beliau. Masak ada info tentang gempa di dalam Al-Quran, Nabi SAW malah tidak tahu? Lalu buat apa jadi nabi? Nabi kok tidak tahu info dalam Al-Quran?

Lebih parah lagi, kenapa Allah SWT terkesan `menyembunyikan` info akan terjadi gempa di dalam Al-Quran? Apakah Al-Quran itu merupakan buku teka-teki? Apakah kita disuruh untuk bermain puzzle dengan nomor ayat Quran? Untuk itukah Quran diturunkan?

Betapa naifnya kalau memang begitu. Quran kitab yang agung itu ternyata tidak lebih hanya dijadikan buku teka-teki yang angka di dalamnya diotak-atik, mirip orang kecanduan judi buntut.

Astaghfirullahal-Adzhiem.

Jadi kesimpulannya, informasi bahwa ayat Al-Quran mengandung misteri terselubung yang berupa data-data akan terjadi gempa tidak lain hanyalah klenik abad 21 yang dimainkan oleh mereka yang bermental Bani Israil, karena tidak lebih dari sekedar asathir (dongeng), levelnya sederajat dengan kisah-kisah israiliyat versi yahudi laknatullahi alaihim. Sayangnya, banyak juga yang terkecoh dengan ilusi model beginian.

Kepercayaan semacam itu sama sekali tidak memberikan nilai tambah apa pun buat Al-Quran. Malah sebaliknya, Quran jadi direndahkan selevel dengan kitab primbon atau mujarobat. Naudzu billah tsumma nauzdu billah.

Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc
sumber - http://www.warnaislam.com

Kamis, 25 Juni 2009

Syarat Sebuah Hadits Shahih



Kamis, 25 Juni 2009 11:22

Pertanyaan

Assalamu'alaikum WR. WB.

Ustadz yang selalu dirahmati Allah,

Mohon dijelaskan tentang masalah hadits shaih, ustadz. Sebenarnya syarat apa saja sihyang harus dipenuhi oleh suatu hadits, agar bisa termasuk ke dalam kriteria sebuah hadits yang shahih? Dan apakah hadits shahih masih terbagi lagi?

Jazakallah khairan katsiro

Wassalamu'alaikum WR. WB.

nunu

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah adalah: hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang memiliki kriteria 'adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber-’illat (cacat) dan tidak janggal.

Hal yang senada juga disebutkan dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah. Disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah: hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.

Kriteria Keshahihan Hadits

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

1. Adil

Perawinya harus bersifat adil. Adil di sini artinya bukandalam memutuskan perkara, melainkan orang yang selalu memelihara ketaatan kepada Allah SWT dan menjauhi perbuatan maksiat.

Seorang perawi yang adil adalah kepribadiannyamencerminkan orang yang berupaya selalu menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’

2. Dhabith

Perawinya harus memiliki kriterai dhabith. Maksudnya adalah orang yang sempurna ingatannya, terutama dalam mengingat hafalan hadits, baik sanadnya maupun matannya.

Ingatan seorang perawi harus lebih banyak dari pada lupanya. Dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.

3. Sanad Tersambung

Sanad periwayatan hadits itutiada boleh putus, harus bersambung-sambung. Artinya sanad yang selamat dari keguguran. Atau dengan kata lain tiap-tiap perawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.

4. Sepi Dari Cacat

Hadits itu tidak ber-’illat. 'Illat yang dimaksud adalah cacatyang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits.

5. Tidak Janggal

Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.

Klasifikasi Hadits Shahih
Hadits shahih bisa dibagi lagi menjadi dua macam. Pertama, shahih li dzatihi. Kedua, shahih li ghairi.

Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat di atas, tanpa ada bantuan dari hadits lainnya. Sedangkan shahih li ghairihi adalah hadits yang kurang memenuhi syarat di atas, namun ada hadits lainnya yang menguatkannya, sehingga derajatnya naik (up-grade) menjadi shahih juga.

Contoh hadits shahih li dzatihi:

Rasulullah SAW bersabda, "Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.

Hadits shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.

Contohnya adalah:

Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini bila kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A'raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan jelas menetapkan keshahihan hadits.

Namun bila kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih karena ada hadits lainnya yang shahih).

Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang kuat ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra.

Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun karena ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Rabu, 24 Juni 2009

Kriteria Miskin

Rabu, 24 Juni 2009 10:49

Pertanyaan

Assalamu'alaikum wr, wb.

Akhir-akhir ini kita sering disuguhi berita tentang keluhan, kesusahan, kemiskinan, pengangguran. Pertanyaannya:

  • Miskin menurut ajaran Islam itu yang bagaimana (persediaan hari ini untuk hari ini hari esok cari lagi ) atau yang stock makannya hanya cukup 1 minggu ke depan?
  • Banyak orang/ keluarga yang di rumahnya ada TV 21 ", kulkas, lantai keramik tapi ngaku miskin agar dapat sumbangan hanya karena tidak ada kerjaan tetap. Bagaimana menurut Islam?

Terima kasih dan mohon ma'af sebelumnya

Wassalamu'alaikum wr, wb.

Tandiono - Tangerang

Tandiono

Jawaban


Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kemiskinan seringkali dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin."

Kriteria miskin pasti akan selalu berbeda bagi tiap institusi, bahkan tiap negara dan tiap provinsi. Kota dan desa juga punya batas yang berbeda. Sekian banyak badan dunia yang menangani masalah kemiskinan, punya sekian versi yang saling berbeda tentang kemiskinan.

Menariknya lagi, batas miskin oleh suatu pemerintahan bisa diubah-ubah dan memang tidak sama di setiap wilayah. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.Pada tahun 1996, batas kemiskinanberubahdari Rp 38.246 menjadi Rp 42.032 untuk daerah perkotaan. Sedangkan untuk daerah pedesaan, batasnya berubahdari Rp 27.413 menjadi Rp 31.366. Maka perkiraan jumlah penduduk miskin pada tahun 1996 berubah dari 22.5 Juta orang menjadi 34.5 Juta orang (53.33%).

Kemiskinan Versi PBS

Biro Pusat Statistik (BPS)menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ketahun mengalami perubahan.

Menurut Indonesian Nutrition Network (INN) tahun 2003 adalah Rp 96.956 untuk perkotaan dan Rp 72.780 untuk pedesaan.

Kemudian menteri sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkannya adalah keluarga yang memilki penghasilan di bawah Rp 150.000 perbulan. Bahkan Bappenas yang sama mendasarkan pada indikator BPS tahun 2005 batas kemiskinan keluarga adalah yang memiliki penghasilan di bawah Rp 180.000 perbulan.

Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program bantuan langsung tunai (BLT) BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
  2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
  3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.
  13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
  14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Ada satu kriteria tambahan lagi, hanya tidak terdapat dalam leaflet bahan sosialisasi Departemen Komunikasi dan Informatika tentang kriteria rumah tangga miskin, yaitu rumah tangga yang tidak pernah menerima kredit usaha UKM/KUKM setahun lalu.

Kemiskinan dalam Pandangan Syariah

Kalau anda bertanya kepada kami, maka jawabannya adalah jawaban yang bersifat fiqhiyah, sebagaimana yang ditulis oleh para ulama sepanjang zaman.

Namun sifatnya tidak sedetail apa yang sudah dibuat oleh BPS di atas. Sifatnya masih terlalu umum, dan tidak ada salahnya para ulama bekerja sama dengan BPS dalam menetapkan detail kriteria orang miskin.

Ambillah Al-Quran, di sana akan kita temukan kata miskin diulang-ulang. Kalau kita rajin menghitungnya, kita akan menemukan paling tidak 11 kali kali kata itu disebut di dalamnya. Selain miskin, ada juga istilah yang sangat berdekatan dan nyaris tumpang tindih dengannya, yaitu faqir.

Bahkan dalam bahasa Indonesia, keduanya sering dijadikan dua kata yang melekat, fakir miskin. Padahal masing-masing kata itu punya makna sendiri yang spesifik.

Orang-orang Faqir (Fuqara')

Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah memandang bahwa yang dimaksud dengan faqir adalah orang yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan yang mencukupi kebutuhan dasarnya. Atau mencukupi hajat paling asasinya. Termasuk di antaranya adalah seorang wanita tidak punya suami yang bisa menafkahinya.

Hajat dasar itu sendiri berupa kebutuhan untuk makan yang bisa meneruskan hidupnya, pakaian yang bisa menutupi sekedar auratnya atau melindungi dirinya dari udara panas dan dingin, serta sekedar tempat tinggal untuk berteduh dari panas dan hujan atau cuaca yang tidak mendukung.

Orang-orang Miskin (Masakin)

Sedangkan miskin adalah orang yang tidak punya harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, namun masih ada sedikit kemampuan untuk mendapatkannya. Dia punya sesuatu yang bisa menghasilkan kebutuhan dasarnya, namun dalam jumlah yang teramat kecil dan jauh dari cukup untuk sekedar menyambung hidup dan bertahan.

Dari sini bisa kita komparasikan ada sedikit perbedaan antara faqir dan miskin, yaitu bahwa keadaan orang faqir itu lebih buruk dari orang miskin. Sebab orang miskin masih punya kemungkian pemasukan meski sangat kecil dan tidak mencukupi. Sedangkan orang faqir memang sudah tidak punya apa-apa dan tidak punya kemampuan apapun untuk mendapatkan hajat dasar hidupnya.

Pembagian kedua istilah ini bukan sekedar mengada-ada, namun didasari oleh firman Allah SWT berikut ini:

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.(QS. Al-Kahfi: 79)

Di ayat ini disebutkan bahwa orang-orang miskin itu masih bekerja di laut. Artinya meski mereka miskin, namun mereka masih punya hal yang bisa dikerjakan, masih punya penghasilan dan pemasukan, meski tidak mencukupi apa yang menjadi hajat kebutuhan pokoknya.

Namun Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah menyatakan sebaliknya, bahwa orang miskin itu lebih buruk keadaannya dari orang faqir. Hal ini didasarkan kepada makna secara bahasa dan juga nukilan dari ayat Al-Quran juga.

atau kepada orang miskin yang sangat fakir.(QS. Al-Balad: 16)

Maka tidak ada salahnya buat para ulama untuk duduk bersama dengan para umara' serta para ahli di bidang kemiskinan untuk menetapkan ambang batas kemiskinan itu.

Kesepakatan ini mutlak diperlukan, karena dari sisi tataran dalil syariah, kita hanya mendapatkan kriteria yang sangat umum, kurang detail dan kurang bisa langsung diterapkan untuk masalah distribusi penanggulangan kemiskinan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Minggu, 07 Juni 2009

Fiqh Kontemporer (2)

Kriteria Film Yang Tidak Melanggar Syariah

Untuk bisa dikatakan Islami dan bernilai dakwah, sebuah film tentu perlu dicermati dari banyak sisi. Karena pada dasarnya film itu merupakan penggabungan antara sekian banyak aliran seni dan sekian macam disiplin ilmu. Di dalam sebuah film, hampi semua unsur itu ada. Sehingga menilai dan mengurai apakah sebuah film itu bersifat Islami atau belum, perlu kajian yang mendalam. Dan kajian itu harus dilakukan sejak niat film itu hendak dibuat oleh para pembuatnya. Bukan dengan
menggunakan sistem sensor dimana selalu ada kucing-kucingan antara para seniman film dengan lembaga yang kerjanya menyensor. Kalau ada adegan yang kena gunting sensor, maka pembuat filmnya pasti komplain, karena bisa merusak alur cerita dan sebagainya. Padahal untuk pembuatan sudah menelan biaya besar. Tapi kalau tidak kena, bisa jadi masyarakat yang akan menyensornya dengan protes dan sejenisnya.

Lalu mengapa semua pihak tidak duduk bersama terlebih dahulu untuk membicarakan konsep sebuah film yang layak tonton, Islami dan punya nilai positif. Disana duduk para produser, pemilik modal, sutradara, penulis cerita, lembaga sensor, para pendidik, pengamat sosial, tokoh budaya dan yang paling penting adalah ulama syariah. Sehingga begitu sebuah film dirilis, semua merasa puas atas hasilnya karena memenuhi semua kriteria.

Dalam kondisi idealisme film / sinetron yang parah seperti pada zaman sekarang, sangat sulit memikirkan kualitas film, apalagi bicara film Islami. Namun bukan berarti kita harus pesimis dengan keadaan ini. Karena suatu saat orang-orang akan jenuh dan bosan sinetron yang itu itu saja dan akan datang masanya mereka memilih tayangan yang lebih bermutu.

Nah, pada saat itulah seniman muslim dan umat secara keseluruhan dituntut untuk bisa memproduksi tayangan yang punya visi Islam dan dakwah. Untuk itu sejak dini perlu dibuatkan kriteria dan idealita sebuah produk tayangan yang Islami.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat Film adalah :

1. Cerita

2. Kostum dan aurat wanita

3. Akting

4. Sutradara

5. Pemeran/Pemain/aktor

6. Produser

7. Kru

8. Sponsor

9. Tayangan iklan

10. Waktu tayang

11. Konsultan syariah


...Ingin tahu lebih banyak...

Bergabunglah dengan www.kampussyariah.com

Selasa, 02 Juni 2009

Fiqh Kontemporer (1)

Merokok Dan Minum Kopi

1. Hukum Rokok

Dalam literatur fiqih Islam klasik, masalah rokok tidak pernah ditulis. Kemungkinan besar karena rokok di zaman itu belum lagi dikenal. Baru pada beberapa abad yang lalu peradaban manusia mengenal rokok. Itu pun belum lagi diketahui sejauh mana bahayanya pada kesehatan. Karena itu bila kita mengacu pada literatur klasik, tidak kita temukan pernyataan mereka tentang rokok.

Sedangkan para ulama masa kini -diantaranya Al-Banna dan lainnya- banyak berbicara tentang bahaya rokok serta melarang umat Islam mengkonsumsinya karena alasan-alasan yang sangat nyata. Maka bila kita menelaah fatwa ulama masa kini dalam masalah rokok, hampir seluruhnya melarang. Jadi bila ada sementara `tokoh` agama yang masih tetap merokok, besar kemungkinan beliau belum lagi menelaah fatwa para ulama masa kini tentang bahaya rokok. Atau belum mendapatkan informasi yang akurat berkaitan dengan bahaya rokok tersebut. Maka memang masih ada sementara kalangan yang membolehkannya atau sekedar memakruhkannya dan tidak sampai mengharamkannya.

Dalil yang mengharamkan :

* Mereka yang mengharamkan rokok, berangkat dari dalil umum tentang haramnya seseorang menceburkan diri ke dalam kehancuran. Misalnya firman Allah SWT Al Baqarah 195...penjelasan

* Juga pada An Nisa 29...Penjelasan

Tapi untuk lebih memperdalam informasi bahaya rokok kami kutipkan beberapa informasi yang berkaitan dengan bahaya rokok untuk kesehatan :

Bahaya Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok):
- 14x menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan
- 4x menderita kanker esophagus
- 2x kanker kandung kemih
- 2x serangan jantung

...Penjelasan

2. Hukum Minum Kopi

Para dokter telah lama berbeda pendapat apakah kopi baik bagi Anda atau tidak selama bertahun-tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kopi dapat memicu keguguran pada awal kehamilan dan mendorong serangan jantung. Penelitian lain menunjukkan bahwa kopi dapat memperbaiki penampilan mental dan menyembuhkan sakit kepala.

Tetapi sebagian besar para dokter setuju, kopi tidak selalu berbahaya, tetapi bagaimana kopi dihasilkan.

Kenyataannya, sebagian besar ahli gizi berpendapat bahwa keuntungan kopi lebih besar dari pada kerugiannya. Dr. Wendy Doyle dari British Dietetic Association mengatakan kopi sering disalahkan untuk banyak hal.

Berikut enam hal yang sering dipertanyakan tentang kopi:

  • Apakah kopi dilarang dalam diet? ...Penjelasan
  • apakah kopi mengakibatkan kegugupan?...Penjelasan
  • apakah kopi yang tidak berkaffein lebih baik dari kopi yang berkaffein?...Penjelasan
  • Apakah kopi timbulkan penyakit jantung?...Penjelasan
  • Apakah kopi timbulkan sakit kepala?...Penjelasan
  • Apakah kopi membuat sering ke toilet?...Penjelasan
Bagaimana Pandangan Syariah...?

...Ingin tahu lebih lengkap!!!...
Bergabunglah di www.kampussyariah.com

Fiqh Wanita Muslimah (1)

Hukum Tabir Pemisah Antara Laki dan Wanita

Perbedaan Pandangan Ulama

Memang para ulama berbeda pandangan tentang kewajiban memasang tabir antara tempat lak-laki dengan tempat wanita. Yang disepakati adalah bahwa para wanita wajib menutup aurat dan berpakaian sesuai dengan ketentuan syariat. Juga sepakat bahwa tidak boleh terjadi ikhtilat (campur baur) antara laki dan wanita. Serta haramnya khalwah atasu berduaan menyepi antara laki-laki dan wanita.

Sedangkan kewajiban untuk memasang kain tabir penutup antara ruangan laki-laki dan wanita, sebagian ulama mewajibkan dan sebagian lainnya tidak mewajibkan.

1. Pendapat Pertama : Yang Mewajibkan Tabir

a. Dalil Al Qur'an : Al Ahzab 53

b. Dalil As Sunnah Diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah

2. Pendapat Kedua : Yang Tidak Mewajibkan

a. Dalil AL-Quran : Al Ahzab 53, dilihat dari asbabul nujul

b. Dalil Sunnah : juga pada riwayat yang sama, namun dilihat status haditsnya karena sanadnya ada yang rusak.

c. Dalil lainnya : Isteri yang Melayani Tamu-Tamu Suaminya

d. Dalil bahwa Masjid Nabawi di Zaman Rasulullah SAW Tidak Memakai Tabir


...Ingin lebih lengkap !!!...

bergabunglah bersama www.kampussyariah.com


EKONOMI ISLAM (1)

Bisnis Multi Level Marketing


Multi Level Marketing adalah sebuah sistem penjualan yang belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Leiteratur fiqih klasik tentu tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang baru dalam dunia marketing.

Hukum Mengikuiti Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam bab Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala

sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.

Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.

Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.

1. Teliti Dan Ketahui Dengan Pasti

2. Legalisasi Syariah

3. Hindari Produk Musuh Islam

4. Jangan Sampai Berdusta

5. Hati-hati Dengan Mengeksploitir Dalil

6. Jangan Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas

7. Etika Penawaran

...Ingin lebih lengkap!!! silakan bergabung di KampusSyariah Online

www.kampussyariah.com


Senin, 01 Juni 2009

Memperbaharui Komitmen Keislaman Kita

Titik penyimpangan terakhir dan paling telak sepanjang sejarah umat kita, adalah ketika ia mulai merambah wilayah akal, pemahaman, dan pemikiran. saat itu, semua penyimpangan dari berbagai aspek dan dimensi mendapatkan legitimasi ideologis yang selanjutnya berakar sebagai potret budaya, peradaban, dan sejarah kita.
Pada titik itu, kita sebagai komunitas peradaban, secara global kehilangan identitas ideologi. Yang terjadi kemudian, umat kita secara hampir merata pada tiap individu, seperti terlepas dari ikatan ideologi yang mengikatnya dengan umat, dalam hal ini sebagai komunitas, dalam suatu rumpun keluarga ideologi besar. Kita kehilangan rasa 'in group', rasa afiliasi, dan kebergabungan. ketika bagian emosional ini hilang dan lepas dari instrumen kepribadian Muslim, adalah naif untuk menantikan suatu keterlibatan diri mereka dalam mengemban misi Islam kepada dunia.
Dalam perspektif peradaban, inilah titik paling krusial yang menimpa kepribadian budaya, peradaban, dan sejarah kita. Ini tidak persis sama dengan suatu kondisi kevakuman ideologi. sebab ideologi kita masih ada, dan tetap tersimpan rapi serta utuh dalam Al Quran dan As Sunnah. Tapi yang terjadi adalah, bahwa kita secara rasional, spiritual, emosional, terlepas dari segala bentuk hubungan dengan ideologi itu.
Dengan begitu, semua upaya merekayasa kebangkitan umat, harus berula dari titik ini :
mengembalikan identitas ideologi, budaya, peradaban, dan sejarah umat. sebab, kesadaran akan identitas ideologi dan kepribadian budaya, dengan sendirinya akan menumbuhkan komitmen afiliasi, in groupi, dan rasa kebergabungan dalam suatu komunitas ideologi dan budaya yang besar.
Sekarang kita mengetahui bahwa segala peristiwa yang terjadi sebagai usaha penyudutan umat Islam seperti di Kashmir, Palestina, Bosnia, Imperialisme negara-negara berpenduduk muslim adalah 'stimulan-stimulan' peradaban bagi proses pembangunan dan kebangkitan Umat dikemudian hari.
Sekarang yang dapat meramal bahwa akan seperti apa kita sebagai umat impian ke depan, adalah dengan amal kolektif kita. Jika amal kolektif kita baik dan saling mendukung, maka akan terciptalah peradaban yang telah hilang 1 abad yang lalu dan kembali memberikan cahaya keadilannya kepada umat sepanjang masa. Namun jika amal kolektif kita buruk dan saling mencerca, maka hilanglah harapan kita terhadap pertolongan Allah untuk kembali bangkit dari tudur panjang ini.
Wallahualam bisawab...

(arsitek peradaban, Anis Matta)

Sejauh mana kita mengenal Islam (2)


Selasa, 26 Mei 2009

Seberapa Jauh kita mengenal Islam?

Sudah saatnya sekarang kita memperhatikan pemahaman kita terhadap Islam. Tahukah bahwa keIslamam kita tergantung pada 3 hal secara terpisah ataupun secara bersamaan ?
3 Sebab keIslaman kita :
1) Sebab Budaya
2) Sebab Emosi
3) Sebab Ilmu
di manakah sebab keIslaman kita ?

Minggu, 24 Mei 2009

Islam adalah SOLUSI

Saat ini sudah terlihat begitu besarnya usaha bangsa barat dan kaum imperialis untuk menghancurkan Islam mulai dari akar sampai ke ujungnya. Begitu gigih mereka mempropagandakan fitnah-fitnah terhadap Islam. Haruskan kita diam seribu bahasa, dan berpangku tangan menunggu mukjizat datang?. Tidak, sekali-kali tidak. Karena Allah telah berpesan melalui lisan RasulNya,

Selasa, 19 Mei 2009

CINTA KEPADA ALLAH

Di dalam hadits Sahih Al Bukhari dan Muslim dari anas RA, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda ,
"Ada tiga perkara, barang siapa terdapa di dalam dirinya tiga perkara iitu, di pasti akan meresakan manisnya iman; yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari pada oran lain, mencintai orang lain tiada lain karena Allah, dan tidak mau kembali kepada kekafiran setalah diselamatkan Allah darinya, sebagaimana ia tidak mau dicampakkan ke dalam neraka." (HR.Bukhari dan Muslim)


Senin, 18 Mei 2009





8 ALASAN KULIAH SYARIAH

Slide 5 1. (Memahami agama) تفقه في الدين
2. Syariah adalah pengawal Qur'an dan sunnah
3. Adalah porsi terbesar ajaran Islam
4. Imam haruslah seorang yang faqih
5. Memahami manhaj rasulullah
6. Intisari ta'lim dalam memahami syariah
7. Umat Islam sudah semakin kritis dan 'melek' syariah
8. Kelemahan pergerakan umumnya pada sisi syariah

Slide 5
ü

Seberapa penting belajar Syariah